Judul: A Garland for Girls
Penulis: Louisa May Alcott
Penerjemah: Nur Aini
Penyunting: Tria Barmawi
Pemeriksa aksara: Azzura Dayana
Pewajah sampul: Windu Tampan
Penyunting: Nurhasanah
Penerbit: Orange Books
================================================
“Each flower is a soul blossoming out to nature,” ujar penyair Prancis, GĂ©rard de Nerval. Karena keindahannya pula, bunga sering dianggap sebagai simbol kecantikan.
Seperti yang diinterpretasikan oleh Louisa May Alcott dalam kumpulan cerita pendeknya: A Garland for Girls.
Kisah bunga-bunga
Bunga pertama dalam A Garland for Girls adalah bunga ivy. Berjudul Rangkaian Ivy dan Sepatu Dansa (hal 3), cerita pendek ini berkisah tentang dua bersaudara, Jessie dan Laura yang hidup kekurangan. Bekerja sebagai guru tari dan berusaha berhemat sampai setiap sennya, Jessie terbentur pada dilema: mengganti sepatu dansanya yang usang, atau membelikan cat lukis untuk Laura, kakak satu-satunya yang cacat, yang hanya merasa bahagia saat sedang melukis.
Dilanjutkan dengan kisah bunga ke dua: Bunga Poppy dan Gandum (hal 41). Cerita pendek ini berkisah tentang dua orang gadis yang menemani Profesor dan istrinya berlibur ke Eropa. Diteruskan dengan Mayflowers (hal 103) yang mengisahkan enam orang gadis yang bertekad untuk melakukan perbuatan baik selama musim dingin.
Pansy di halaman 159 menjadi kisah bunga ke empat. Dalam kisah ini, Nyonya Warburton—seorang janda bangsawan yang menjadi tuan rumah bagi tiga orang gadis—akan memberikan wejangan pada tamu-tamunya tentang buku, pengembangan kepribadian, cinta, dan kehidupan.
Sementara romansa hadir dalam Teratai di halaman 195. Berkisah tentang Christie ‘Ruth’ Johnstone, seorang yatim piatu yang bekerja memetik teratai di pagi hari dan menjaga mercusuar kakeknya di malah hari. Kemandirian dan keteguhan hati gadis ini telah memikat hati salah seorang tamu di pulau tempatnya biasa menawarkan teratai.
Kisah tentang bunga-bunga tak pernah lengkap tanpa kehadiran mawar. Maka Mawar Mungil hadir di halaman 245. Bertutur tentang Rosamond, seorang gadis mungil yang dititipkan ayah ibunya kepada tiga orang bibi, selama orangtuanya pergi ke luar negeri. Dengan pembawaannya yang riang, lincah dan ceplas-ceplos, Rosy berniat untuk mendamaikan perseturuan tiga orang bibinya dengan tetangga samping rumah mereka, seorang pria misionaris dan ibunya.
Dan bunga terakhir dalam buku ini adalah Bunga Laurel Gunung dan Suplir (hal 313). Berkisah tentang persahabatan dua orang gadis bernama Rebecca dan Emily. Karena bertubuh lemah dan sakit-sakitan, orangtua Emily mengirim gadis mereka ke tempat peristirahatan di kawasan pegunungan. Tempat peristirahatan tersebut dikelola oleh keluarga Rebecca. Berasal dari latar belakang dan status sosial yang berbeda, kedua gadis ini kemudian berbagi cinta pada puisi, alam dan harapan.
Semangat feminisme
Kata feminisme muncul pertama kali dalam resensi buku di Athenaeum pada 27 April 1895, yang bermakna wanita ‘yang di dalam dirinya tersimpan kemampuan untuk berjuang membela dirinya menuju kemandirian.’
Namun, Alcott—yang juga merupakan pendukung kuat gerakan wanita untuk memilih dalam pemilu di Inggris, sekaligus pendaftar pertama hak suara perempuan di Concord, Massachussetts—telah menerjemahkan konsep feminisme ini secara luas bertahun-tahun sebelumnya.
Ditulis tahun 1887, A Garland for Girls menampilkan para tokoh gadis yang cerdas dan mandiri. Digambarkan, mereka banyak membaca karya sastra klasik yang nama buku, tokoh serta penulisnya bertebaran dalam buku ini. Sebut saja, Bleak House karya Charles Dickens, puisi Robert Burns, karya Giuseppe Verdi, dan masih banyak lagi. Ini sekaligus juga mencerminkan dalamnya kecintaan Alcott pada sastra. Menitikberatkan pada pentingnya pengembangan karakter para gadis muda, Alcott menyampaikan pesan lewat para tokohnya. Dimulai dari pikiran: “Profesor Homer berkata pikiran yang dibekali dengan baik adalah peralatan yang dapat digunakan seseorang untuk mengukir jalan hidupnya. Nah, peralatanku adalah pengetahuan, ingatan, selera, kemampuan untuk mengajarkan apa yang kuketahui, tingkah laku yang baik, pikiran sehat, dan –kesabaran,” (ujaran Jane Besset di halaman 87)
Dilanjutkan dengan perilaku dan tutur kata. “Ia mengenakan pakaian yang lebih sederhana daripada Nyonya Sibley dan berbicara dengan ramah seolah ia tidak merasa lebih tinggi daripada kita. Namun orang tidak akan lupa bahwa ia adalah seorang bangsawan.” (komentar Jane Besset terhadap sosok wanita bangsawan yang ditemuinya di taman, di halaman 77)
Sebagai pecinta sastra, Alcott yang semasa hidupnya berteman akrab dengan Ralph Waldo Emerson, Nathaniel Hawthorne dan Henry David Thoreau ini juga menekankan pentingnya selektif terhadap buku dan bacaan: “Pilihlah dengan saksama, bacalah dengan cerdas dan cernalah dengan baik, maka kau akan mendapatkan pengetahuan.”(wejangan Nyonya Warburton di halaman 170)
Namun, bahkan selektif saja tak cukup. Ada kalanya, seorang gadis harus menunggu bacaan yang tepat, sesuai usianya. “Setiap usia memiliki buku-buku tersendiri. Apa yang terlihat intelek saat ita berusia delapan belas mungkin baru kita butuhkan saat kita berusia tiga puluh tahun. Daging dan anggur juga dapat menyebabkan sakit perut, seperti es krim dan kue, kalian tahu.” (wejangan Nyonya Warburton di halaman 172).
Sesekali, Alcott juga menyelipkan tentang pentingnya bagi seorang gadis untuk menjaga penampilan. Seperti di halaman 190. “Wanita penyuka sastra tidak boleh mengabaikan penampilan mereka setelah mengurus rumah dan juga harus mengurus kerapian diri mereka, tak peduli seberapa tua mereka.”
Dan yang terpenting, kerendahan hati dan niat baik untuk membantu sesama. Seperti yang dilakukan para gadis dalam cerita pendek Mayflowers. Sementara teman-temannya menghabiskan musim dingin dengan membacakan surat kabar untuk sekelompok gadis pelayan toko di Serikat Pekerja dan memperjuangkan hak pelayan untuk duduk sesekali saat tengah bekerja, atau membantu mengembangkan bisnis seorang perawan tua yang tak mampu, tokoh Marion dalam cerita ini justru memulainya dari hal yang sangat sederhana.
Teringat nasihat ayahnya di halaman 150 “Jika gadis-gadis muda yang ingin membantu dunia itu ingat bahwa beramal itu dimulai dari rumah, pasti mereka akan menemukan banyak hal untuk dilakukan.” Dan Marion pun memulainya dari menjaga adik-adik selama ibunya sakit, memasangkan koyo untuk juru masak sekaligus membantu mencuci alat makan, serta berperan sebagai nyonya rumah sementara ibunya absen.
Ah, betapa kebaikan bisa dimulai dari hal-hal yang demikian sederhana. Seperti ujaran Alcott "The power of finding beauty in the humblest things makes home happy and life lovely."
Sebuah pesan cinta
A Garland for Girls ditulis saat Alcott tengah mengasingkan dirinya. Bertujuan untuk menghibur diri sekaligus mempercantik tulisan, ia pun menggunakan nama-nama bunga kesukaannya.
Pesan cintanya untuk pembaca termuat dalam kata pengantar buku ini: “Jika kalian, gadis-gadisku, mendapatkan hal yang indah atau pencerahan dari bunga-bunga biasa ini, tentulah rangkaian bunga (garland) dari teman lama mereka ini tidak akan sia-sia.”
0 komentar:
Posting Komentar