Senin, 13 Desember 2010

Ragam Pembeli di HM Books


Berkecimpung di HM Books, membuat saya sering bertemu dengan beraneka ragam pembeli.

Ada pembeli yang mencari bonus gratisan. "Cinemags yang edisi Harry Potter and the Order of the Phoenix ya, Mbak. Kalau bisa yang bonusnya masih lengkap."


Saat hunting buku, saya menemukan majalah yang memang telah lama terbit tersebut. Namun majalah itu bekas dan minus bonus. Saat saya hubungi si pembeli berujar "Yah, justru saya ngincer bonusnya, Mbak. Ya udah, nggak jadi ajalah ya."

Yang saya balas dengan "Namanya juga majalah bekas, Mas. Jarang banget yang bonusnya masih lengkap."

Pembeli yang sama juga sempat mengira saya menjual buku Harry Potter 7 bajakan. "Soalnya saya pernah liat Mbak, yang bajakan di Senen. Dan harga di Mbak murah banget." (Harga toko Rp 260,000, saya menjualnya dengan harga Rp 180,000 dengan kondisi bersegel dan hardcover).

Yang saya balas dengan "Saya nggak mau jual buku bajakan, Mas. Saya kan juga sesekali nulis :)."

Balasan yang membuat si pembeli berdiskusi dengan saya tentang isu pembajakan buku selama beberapa menit ke depan.

***
Ada juga pembeli yang mangkir tentang pemesanan dan menghilang tanpa kabar. Menghadapi pembeli seperti ini, saya punya 3 tahap: 1. e-mail, 2. sms, 3. jika tak ada respons, lupakan saja Retnadi. Alhamdulillah, sampai saat ini, buku-buku yang batal dipesan si pembeli mangkir selalu saja diminati pembeli lain. 

Terkait dengan buku yang diminati pembeli lain, beberapa hari lalu, saya menawari seorang pembeli novel-novel berbahasa Inggris. Si pembeli mencari Old Man and the Sea (Ernest Hemingway). Saat itu, saya tidak punya stok novel tersebut. Namun saya punya To have and to have not (Ernest Hemingway). Dan saya juga sempat menawarinya The Hours (Michael Cunningham)--dalam benak saya, seorang yang menyukai karya klasik Hemingway mungkin saja tertarik pada kisah seputar Virginia Woolf. Namun tawaran saya saat itu ditolak.

Kocaknya, selang dua hari kemudian, si pembeli menghubungi saya untuk memesan To have and to have not serta The Hours. Yang sayangnya, sudah laku hanya sehari sebelumnya. "Kemarin saya sempat tawarkan ke Mbak lho, tapi Mbak nggak minat," sms saya.

Yang dibalas si pembeli dengan "Iya, kemarin belum pingin Mbak, hehehe. Sekarang malah nyari hehehe" 

Jawaban yang mau tak mau membuat saya nyengir :D.

***

Tentu saja, mangkir juga terkait masalah pembayaran.

"Mbak, kok kirim barang dulu? Kalau saya nggak bayar gimana? Mbak nggak takut dibohongin ya?" Pertanyaan seperti ini sering mampir ke ponsel saya, setiap kali saya mengirim buku pesanan dahulu untuk pembeli HM Books.

Dan jawaban saya selalu sama: "Kalau pembeli mangkir bayar, tanggung jawabnya sama Allah."

Meski bersungguh-sungguh dengan jawaban itu, namun saya juga percaya pada ungkapan "Percayalah pada Tuhan dan kunci mobilmu." Karena itu, untuk pembelian dalam jumlah besar dari pembeli baru yang (terutama) belum saya kenal, saya selalu minta pembayaran ditransfer dulu. 

Ini misalnya terjadi saat seorang pembeli memesan 1 set komik Kobochan lengkap beberapa waktu lalu. Saat tengah menyusun laporan keuangan bulanan, saya juga tak sungkan bertanya via japri pada pembeli yang belum melunasi tagihannya.

Dengan sistem ini, toh masih ada saja pembeli yang mangkir membayar. Beberapa bulan lalu misalnya, seorang remaja SMU di Padang berminat menjadi reseller buku-buku dagangan di HM Books. Yang artinya, ia akan menjual kembali buku-buku tersebut pada teman-teman sekolahnya. 

Satu bulan pertama, kerjasama berjalan lancar. Pembayaran ditepati setelah barang diterima, dan saya masih bisa menolerir sms remaja tersebut yang bolak balik menanyakan judul buku--pun saya sudah mengiriminya e-mail.

Namun di bulan ke dua, mulai terjadi penundaan. Pembayaran tertunda beberapa minggu, disertai permintaan maaf. Yang lagi-lagi, masih bisa saya tolerir. 

Toleransi itu mencapai batasnya di bulan ke tiga, saat pembayaran tertunda dua bulan. Tanpa konfirmasi pula. Si remaja baru menghubungi saya setelah saya yang bertanya. Alasan si remaja "Teman-teman saya belum pada bayar, Mbak." 

Sampai di sini, saya mulai berpikir ulang untuk kerjasama ini. Bahwa ini adalah bulan ke tiga kerjasama kami, dan dia masih bermasalah dengan pembelinya yang berhutang--sampai dua bulan pula. Jika ini terjadi di kali pertama ia berjualan, saya masih berusaha maklum. Tapi jika kebiasaan ini masih ada sampai bulan ke tiga, berarti mungkin saja si remaja memang tak punya sistem pembayaran yang cukup tegas dengan pelanggannya. 

Ini bisa jadi masalah yang dihadapi oleh beberapa penjual. Namun bagi saya, reseller yang tak bisa tegas dan tidak cukup bertanggung jawab dengan memberikan kabar lebih dahulu pada suppliernya (sebelum ditanya), tidak bisa dipertahankan. 

Maka yang saya lakukan adalah mengirim sms "Dengan menyesal, kerjasama kita ke depannya tidak bisa saya lanjutkan. Terima kasih untuk kerjasama kita selama ini."

***
Berdasarkan pengalaman kurang menyenangkan bersama reseller itu, saya mulai berhati-hati untuk memilih rekanan jangka panjang. Alhamdulillah rekanan saya saat ini, seorang pemilik rental buku di Yogyakarta, juga berprinsip sama: "Memang kalo via online kepercayaan n kejujuran no 1, Mba. Lebih baik terbuka di depan jadi lebih enak :). Semoga kita berjalan lancar n baik ya Mba, ya namanya sama-sama cari rejeki halal.." tulis rekan saya itu dalam suatu e-mail. Alhamdulillah, saat ini kerjasama kami telah menginjak bulan kedua, dengan jadwal pengiriman dua minggu sekali.

Alhamdulillah pula, demikian banyak pembeli menyenangkan nan baik hati yang saya temui. Mulai dari pembeli yang mengirimi saya kado saat saya melahirkan, ulang tahun, dan ulang tahun pernikahan. 

Atau pembeli yang jujur. Seorang pembeli box set Twilight melakukan pembayarannya secara mencicil. Pernah suatu kali saya lupa, berapa sisa dana yang harus dicicilnya. Namun si pembeli segera meng-sms saya dengan detil jumlah dana yang pernah ditransfer dan sisa yang belum dilunasinya. Padahal kalau saja ia berbohong, saya pasti akan percaya saja. Wong namanya saya lupa, kok. Namun tidak, dengan jujur ia mengoreksi catatan saya.

Baru-baru ini seorang pembeli di Malaysia juga membuat saya haru. Untuk paket buku Nh Dini yang dipesannya, saya memberikan diskon cukup besar, mengingat besarnya ongkos kirim yang harus ditanggungnya.

Di luar dugaan, ia ternyata hanya menerima separuh diskon yang saya tawarkan. Yang artinya, ia mengirim uang dalam jumlah lebih dari yang saya perkirakan. "Aku mau profesional sama Mbak. Temen ya temen, bisnis ya bisnis. Aku nggak mau itu dicampuradukkan. Mbak kan ngirim paket ini juga pake transport. Jadi mohon diterima ya Mbak."

Sms yang membuat saya menangis haru seketika.

***

Hampir setahun sudah saya berkecimpung di HM Books. Waktu yang terbilang awet, mengingat dulu saya sering berganti pekerjaan nyaris setiap 6 bulan sekali. Mungkin, saya memang tak cocok bekerja kantoran. Atau mungkin saja, saya seorang yang pembosan.

Namun di HM Books, untuk pertama kalinya, saya tak merasa bosan. Saya menikmati setiap diskusi tentang buku bersama pembeli. Saya menikmati debar jantung saat berburu buku yang diidam-idamkan pembeli. 

Dan hati saya selalu menghangat saat menerima komentar manis seperti "Waah, aku dah setahun lho Mbak, bolak balik masuk toko buku dan lapak buku bekas buat nyari buku Gendhuk Duku ini. Makasih banyak, Mba Retno."

Atau komentar bersemangat "Rasanya tak percaya Tono & Tini (karya Annie MG Schmidt) ada ditanganku! Dalam kondisi bagus pula! Adikku suka banget lho. Makasih yaaa."

Atau bahkan komentar seperti "You're one of my few favorite antique booksellers."

Aih, alhamdulillah, saya bisa sampai tersipu-sipu seharian tuh menerima komentar seperti itu :). Dan betapa saya berterima kasih untuk kepercayaan, dan persahabatan yang ditawarkan para pembeli HM Books. 

It means a lot to me, really.

Semoga Allah memudahkan semua urusan. Dan semoga kita semua bisa selalu bersenang-senang dengan buku ya, amin :) 

0 komentar:

Posting Komentar